BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu amanat luhur yang tercantum
dalam UUD 1945 adalah,
"Mencerdaskan Kehidupan Bangsa." Setiap manusia memiliki potensi/bakat
kecerdasan, tanggung jawab pendidik untuk memupuk dan mengembangkan secara sistematis. Langkah pemerintah
untuk mewujudkan UUD 1945 tersebut
adalah
dengan membuat UU. No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS pasal 1 butir 14 yang
bunyinya : “Pendidikan Anak Usia Dini” adalah pembinaan untuk anak usia 0-6 tahun yang dilakukan dengan stimulasi
pendidikan untuk membantu
pertumbuhan
jasmani dan rohani agar anak siap untuk mengikuti pendidikan selanjutnya. Pada usia 0-6 tahun (menurut UU.
no. 20 tahun 2003) atau 0-8 tahun (menurut para
pakar) adalah usia keemasan karena pada usia ini perkembangan otak
percepatannya mencapai
80 % dari keseluruhan otak orang dewasa. (A. Ruhan, 2009:22)
Anak usia 0-6 tahun merupakan sosok individu yang sedang berada
dalam proses perkembangan. Masa balita adalah masa emas (golden age)
dalam rentang perkembangan seorang individu. Pada masa ini, anak mengalami
tumbuh kembang yang luar biasa, baik dari segi fisik motorik, emosi, kognitif
maupun psikososial. Selain itu ditambah pula dengan kesenangannya dalam
bereksplorasi dan seperti tak mengenal rasa takut, maka segala gerakan yang
diajarkan pada anak akan dianggap sebagai satu permainan yang menyenangkan.
Perkembangan anak berlangsung dalam proses yang holistik atau menyeluruh.
Karena itu pemberian stimulasinya pun perlu berlangsung dalam kegiatan yang
holistik. Bahkan dapat dikatakan perkembangan setiap aspek
kejiwaan anak pada masa ini sangat didominasi oleh pengamatannya. Soemanto
(2003:68)
Catron dan Allen dalam Yuliana
Rurani, Sujiono (1999 : 23-26) menyebutkan bahwa terdapat 6 (enam) aspek
perkembangan anak usia dini, yaitu kesadaran personal, kesehatan emosional,
sosialisasi, komunikasi, kognisi dan ketrampilan motorik sangat penting dan
harus di pertimbangkan sebagai fungsi interaksi.
Bermain dapat memacu perkembangan
perseptual motorik pada beberapa area yaitu (1) Koordinasi mata-tangan, atau
mata kaki, seperti saat menggambar, menulis, manipulasi objek, mencari jejak
secara visual, melempar, menangkap, menendang. (2) Kemampuan motorik kasar,
seperti gerak tubuh ketika berjalan, melompat, berbaris, meloncat, berlari,
berjingkat, berguling-guling, merayap dan merangkak, (3) Kemampuan bukan
motorik kasar (statis) seperti menekuk, meraih, bergiliran, memutar,
meregangkan tubuh, jongkok, duduk, berdiri, bergoyang (4) Manajemen tubuh dan
kontrol seperti menunjukkan kepekaan tubuh, kepekaan akan tempat, keseimbangan,
kemampuan untuk memulai, berhenti, mengubah petunjuk Catron dan Allen, dalam
Yuliana Rurani, Sujiono (1999 : 287-304).
Di kelompok A Xxxxxxxxxxxxxxmasih
banyak anak yang kurang berminat pada aktifitas kegiatan motorik halus,
terutama dalam mencocok karena anak di Xxxxxxxxxxxxxxmasih
ada perasaan takut dan kurang berani dalam mencocok dengan jarum. Padahal pada
perkembangan seorang manusia, perkembangan motorik halus memegang peran yang
sama pentingnya dengan perkembangan kognisi, perilaku sosial, dan kepribadian.
Kemampuan motorik halus yang baik pada diri seseorang akan memudahkan seseorang
tersebut untuk beraktifitas. Demikian juga halnya kemampuan motorik halus pada
anak, sangat penting sekali dikembangkan.
Perkembangan motorik halus anak di
Xxxxxxxxxxxxxxdilakukan melalui kegiatan
meronce, mencocok, melipat, menggunting, menempel dan sebagainya. Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan peneliti, 28 anak kelompok A Xxxxxxxxxxxxxxkemampuan motorik halusnya masih
kurang dari yang diharapkan guru. Hal ini dapat dilihat dari hasil anak,
khususnya dalam mencocok yang masih belum beraturan dan hasil kegiatan mencocok
yang masih berantakan dan kurang rapi. Salah satu kegiatan yang dapat diberikan
kepada anak untuk mengembangkan motorik halusnya adalah mencocok karena dalam mencocok
dapat melatih kordinasi mata, tangan dan konsentrasi serta lancar menulis dan
mengasah kognitif anak. Dengan demikian judul penelitian ini adalah Meningkatkan Kemampuan Motorik
Halus Anak Melalui Kegiatan Mencocok Dengan Berbagai Pola Di Kelompok A RA Xxxxxxxxxxxxxx.
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan dalam penelitian ini
adalah: Motorik halus anak tidak sesuai dengan harapan guru
seperti: Melakukan
kegiatan dengan satu lengan, seperti mencorat-coret dengan alat tulis, Membuka halaman buku berukuran besar
satu persatu, Memakai dan melepas sepatu berperekat/tanpa tali, Memakai dan melepas kaos kaki, Memutar pegangan pintu tidak bias sempurna, Anak
kurang semangat dalam kegiatan mencocok dengan berbagai pola, Anak cepat
bosan dalam kegiatan mencocok berbagai pola.
Hal itu karena Guru tidak menggunakan
metode yang bervariasi dalam kegiatan mencocok dengan berbagai pola, Guru
kurang bisa memilih gambar yang bervariasi untuk kegiatan mencocok.
B.
Rumusan Masalah
Dari analisis permasalahan diatas penulis membuat
rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimanan caranya meningkatkan kemampuan
motorik halus anak melalui kegiatan mencocok dengan berbagai pola?
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan
penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan motorik halus anak melalui
kegiatan mencocok dengan berbagai pola.
D.
Manfaat Penelitian
Manfaat Penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.
Manfaat
Teorits
Menambah pengetahuan dan dapat sebagai bahan
perbandingan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai peningkatan kemampuan motorik halus anak melalui
kegiatan mencocok dengan berbagai pola
2. Manfaat Praktis
Manfaat secara praktisnya adalah sebagai berikut;
a.
Siswa:
meningkatkan meningkatkan kemampuan
motorik halus anak melalui kegiatan mencocok dengan berbagai pola
b.
Guru: upaya
solusi bagi guru dalam kegiatan penelitian tindakan kelas dalam rangka meningkatkan meningkatkan kemampuan motorik halus anak melalui
kegiatan mencocok dengan berbagai pola
c.
Sekolah:
meningkatkan kemampuan motorik halus anak akan meningkatkan citra sekolah di mata masyarakat dan profesionalisme
guru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar